DPP APDESI Gelar Rakernas 2024-2025, Salah satunya Minta 70 Persen Penggunaan Dana Berdasar Musyawarah Desa

DPP APDESI Gelar Rakernas 2024-2025, Salah satunya Minta 70 Persen Penggunaan Dana Berdasar Musyawarah Desa

Smallest Font
Largest Font

TANGERANG - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas).

Rakernas DPP APDESI tahun 2024-2025 ini, diselenggarakan di Hotel Golden Boutique Jakarta pada 26 sampai 28 Mei 2024.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Tangerang Ekspres dari DPD APDESI Kabupaten Tangerang, Jumat (31/5/2024), keputusan hasil Rakernas DPP APDESI tahun 2024-2025, disusun dalam 3 konsideran keputusan dengan bentuk 10 rekomendasi.

Pertama, APDESI meminta kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mengeluarkan surat edaran dan atau perintah kepada Bupati/Walikota untuk melakukan penyesuaian masa jabatan Kepala Desa dan BPD, sesuai amanah UU Nomor 3 Tahun 2024, tentang Desa Penyesuaian dan Pengangkatan Kembali kepada Desa berakhir masa jabatan November Desember 2023, Januari-Februari 2024 dan Februari 2024-seterusnya. Penyesuaian masa jabatan dan atau pengangkatan/perpanjangan adalah Amanah UU Nomor 3 Tahun 2024, yang bersifat final. DPP APDESI meminta kepada Bupati/Walikota sudah menerbitkan SK penyesuaian selambat-lambatnya 30 Juni 2024.

Kedua, APDESI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan evaluasi Peraturan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), tentang penggunaan Dana Operasional 3 persen yang diterbitkan atas perjuangan dan aspirasi APDESI kepada Presiden pada SILATNAS DESA tahun 2022, tetapi oleh Kemendes PDTT dibuat aturan penggunanaan yang tidak sesuai semangat awal dan tidak diletakkan pada proporsi peruntukan untuk operasional Kepala Desa dalam rangka mendukung peningkatan kinerja Kepala Desa di seluruh Indonesia.

Ketiga, APDESI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah yang mengebiri semangat
"Musyawarah mufakat dalam penggunaan belanja desa" melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (MUSRENBANGDES), agar dilakukan evaluasi. APDESI meminta prioritas penggunaan dana desa adalah 70 persen penggunaan dana berdasarkan hasil musyawarah desa dan 30 persen untuk mendukung program kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

Keempat, APDESI meminta kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan penegasan kepada Bupati/Walikota, agar penghasilan tetap (siltap) Kepala Desa, Perangkat Desa dan tunjangan BPD, yang masih belum dibayarkan hingga saat ini agar diselesaikan selambat-lembatnya 30 Juni 2024 dan setelahnya Bupati/Walikota harus membayarkan siltap secara rutin setiap bulan. APDESI menegaskan bahwa tidak dibenarkan Siltap yang berada dalam batang tubuh APBD dipergunakan untuk kepentingan lain diluar penggunaan dengan alasan apapun.

Kelima, APDESI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, sehingga tidak boleh lagi ada kepala desa yang diperiksa oleh aparat penegak hukum hanya karena kebijakan administratif kepala desa, serta tidak boleh ada lagi titipan-titipan instansi dalam penggunaan dana desa. Dari oknum aparat termasuk peningkatan kapasitas pemerintahan desa.

Keenam, APDESI meminta kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk mengeluarkan instruksi agar menindak tegas okunum-oknum kejaksaan dan kepolisian, yang senantiasa memberikan tekanan dengan modus ada laporan masyarakat dan LSM. Modus pemeriksaan memberikan tekanan dan mengganggu kinerja pelayanan pemerintahan di tingkat desa.

Ketujuh, APDESI meminta kepada Pemerintah, agar melakukan evaluasi terhadap kebijakan pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa, yang sering dipolitisasi oleh Kepala Daerah, dengan meminta Kementerian Dalam Negeri menerbitkan aturan tentang pemilihan kepala desa dilakukan sebelum berakhir masa jabatan.

Kedelapan, APDESI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pendamping desa, baik proses penerimaan, pengangkatan, maupun dalam menjalankan tugas, sehingga Pendamping Desa bisa lebih efektif dan fungsional dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di tngkat desa. APDESI merekomendasikan agar selambat lambatnya tahun 2026 pendamping desa menjadi 'Pendamping Pembangunan dan Pemerintahan' yang kedudukannnya berada dibawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri, meletakkan pendamping dalam satu kesatuan koordinasi pemerintahan akan menghindarkan dari adanya kepentingan politik pendamping, seperti yang terjadi saat ini dan meletakkan pendamping dalam fungsi koordinasi pemerintahaan akan menciptakan koordinasi baik di ringkat provinsi dan kabupaten. APDESI akan melakukan boikot penerimaan dan pelayanan, jika tidak dilakukan evaluasi dan secara serius mengingat pendamping selama ini tidak dirasakan manfaatnya tetapi menghabiskan anggaran APBN setiap tahun hingga 1,3 triliun.

Kesembilan, APDESI meminta kepada Pemerintah agar memberikan yuridiksi kepada desa yang berada di kawasan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), hutan lindung, maupun cagar alam, agar desa-desa yang masuk dalam kawasan tersebut dikeluarkan dari jawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL), agar desa bisa mengeluarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan membuat infrastruktur jalan sehingga tidak bertentangan dengan aturan Kawasan hutan tersebut, mengingat lebih 28.000 desa masih ada di area kawasan hutan lindung.

Kesepuluh, meminta kepada Pemerintah untuk melibatkan organisasi desa termasuk APDESI dalam penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai Turunan UU nomor 3 tahun 2024. (Sopiyan)

Editors Team
Daisy Floren